Kalau seorang ikhwan ditanya kesiapannya
untuk menikah oleh sang ustadz, mungkin jawaban klise yang akan keluar
dari adalah “Aisyah sih siap, tapi maisyahnya belum.”
Terlepas dari alasan yang dipakai, baik
alasan keuangan atau alasan ketidaksiapan mental, kesiapan untuk segera
menikah sering diukur salah satunya, atau mungkin utamanya, dari
indikator kesiapan finansial.
Kesiapan finansial untuk seorang ikhwan
tidak diukur dari seberapa besar ia bisa menanggung biaya resepsi, tidak
diukur dari seberapa besar penghasilannya, melainkan dari seberapa
besar ia siap menanggung beban nafkah setelah berkeluarga. Di sinilah
banyak ikhwan yang salah dalam menempatkan prioritas.
Banyak ikhwan khawatir apakah
tabungannya sudah cukup atau belum untuk menyelenggarakan pernikahan.
Padahal, semahal-mahalnya biaya pernikahan, ia masih bisa ditanggung
bersama dengan keluarga, karena menikahkan anak masih kewajiban bagi
orangtua. Hanya satu hal yang pantang bagi ikhwan untuk meminjam apalagi
meminta, yakni biaya hidup sesudah menikah. Inilah yang seharusnya
menjadi prioritas utama.
Persiapan finansial bukan cuma urusan ikhwan. Akhwat juga harus sudah punya persiapan. Pertama,
persiapan ilmu untuk mengelola keuangan dengan baik, karena menteri
keuangan dalam rumah adalah istri. Tanpa ilmu, bukan tidak mungkin
penghasilan hasil kerja keras selama sebulan, akan habis dalam beberapa
hari saja.
Kedua, persiapan diri untuk
hidup dengan standar keluarga baru, bukan standar hidup orangtua yang
sudah mapan. Jika sebelumnya tinggal dalam rumah mewah, mungkin nanti
hanya sepetak rumah kontrakan di gang sempit. Jika sebelumnya ada
pembantu yang melayani, mungkin nanti perlu mencuci dan mengepel
sendiri.
Sekarang, berapa sih kira-kira yang perlu disiapkan untuk menyelenggarakan resepsi pernikahan? Kita bahas saja satu per satu.
KUA dan penghulu
Biaya ini resminya sih tidak terlalu
besar, tapi total biayanya jauh lebih besar daripada biaya resmi.
Beberapa ratus ribu perlu disiapkan.
Pendukung acara (MC, nasyid, qari, dan lain-lain)
Bisa dari profesional yang tarifnya
dinegosiasikan di awal, bisa juga dengan meminta saudara atau teman
dengan imbalan ala kadarnya.
Mahar
Ini mutlak ada, dan tidak boleh dihemat.
Mahar adalah hak mempelai perempuan yang diminta pada suaminya.
Selayaknya calon suami menanyakan mahar apa yang ia inginkan dan
menyediakannya sebagai bukti cintanya.
Akan lebih baik jika mahar dalam bentuk
materi memang berasal dari hasil keringat sang calon suami. Walaupun
terpaksa minta bantuan sana-sini untuk biaya resepsi, usahakan bahwa
mahar adalah hasil kerja keras sendiri. Insya Allah lebih terasa
nilainya bagi yang memberi, dan lebih bermanfaat bagi yang menerima.
Seserahan (jika ada)
Sesuai dengan adat masing-masing,
keluarga pria membawa seserahan kepada keluarga wanita untuk memulai
hidup baru. Seserahan ini biasanya berupa pakaian dari ujung kepala
sampai ujung kaki, perlengkapan rumah tangga, dan lainnya. Ini memang
hanya kebiasaan, tidak ada patokan pastinya.
Konsumsi
Nah, inilah komponen paling besar dalam biaya pernikahan. Bahkan, biaya konsumsi ini bisa mencapai setengah dari total biaya.
Kalau memasak sendiri, sulit
diperkirakan berapa anggarannya. Namun jika menggunakan katering, di
rumah maupun di gedung, biayanya akan dengan mudah dihitung di awal.
Biaya katering bervariasi dalam rentang
cukup jauh, tergantung dari menu yang dipilih, kualitas layanan,
pengalaman, dan lain-lain. Untuk wilayah Jabotabek dan sekitarnya, harga
katering berkisar antara Rp 15.000,- sampai dengan beberapa ratus ribu
rupiah per porsinya.
Tempat
Jika rumah memang memadai, biaya
pernikahan bisa ditekan, meski harus ditambah kerepotan. Kalau rumah
tidak memadai, atau tidak mau repot, sewa gedung juga tidak ada
salahnya. Biaya gedung biasanya tidak terlalu mahal, mulai dari beberapa
ratus ribu sampai beberapa juta. Namun, kalau sudah masuk gedung,
kadang ada biaya tambahan untuk katering, dekorasi dan sebagainya.
Dekorasi, busana dan riasan
Kadang, biaya ini kurang diperhitungkan.
Padahal, bi
aya busana dan riasan bisa membengkak. Untuk pernikahan yang
sederhana, busana dan riasan hanya untuk pasangan pengantin dan
orangtua saja, sehingga tidak terlalu banyak biaya. Namun, kadang di
tengah jalan timbul pemikiran untuk menyeragamkan panitia dan keluarga.
Alhasil, yang tadinya hanya niat sewa beberapa pasang pakaian adat, bisa
jadi akhirnya membeli beberapa pasang busana untuk semua panitia dan
saudara. Untuk menekan munculnya biaya di tengah jalan ini,
koordinasikan dengan para saudara dan panitia. Busana, terutama untuk
perempuan, bisa ratusan ribu per orang.
Transportasi
Memang tak afdal rasanya, menikah tanpa
mengundang keluarga besar. Kalau masih dalam kota, mungkin tidak
masalah, tapi mengundang keluarga besar dari luar kota, akan perlu biaya
besar. Namun, jangan terlalu memaksa. Insya Allah keluarga besar bisa
mengerti asalkan kita tidak gengsi menjelaskan berapa isi kantong kita.
Dokumentasi
Meski sifatnya tambahan, album pernikahan akan masuk anggaran. Besarnya mulai ratusan ribu sampai beberapa juta.
No comments:
Post a Comment