Wednesday, December 18, 2013

Menjadikan Rumah Sebagai Surga

Kehangatan keluarga adalah daya tarik besar bagi banyak orang untuk pulang ke rumah. Belum jauh melangkah pun rasa rindu sudah muncul. Rumahku adalah surgaku. Lalu bagaimana menciptakan rumah yang selalu menyenangkan buat semua anggota keluarga?

  • Motivasi yang benar
Dasar atau motivasi awal dalam membentuk sebuah keluarga sudah pasti akan mempengaruhi warna atau jalannya kehidupan rumah tangga untuk seterusnya. Bila motivasi awal membentuk rumah tangga berdasar kebutuhan materi, maka sepanjang perjalanan rumah tangga itu dipastikan akan terus berputar dan berpusat pada urusan  materi saja. Karena itulah perlu dipastikan adanya motivasi yang benar untuk berumah tangga.
Motivasi terbaik dalam membangun sebuah keluarga adalah sebagai sebuah bentuk ibadah atau pengabdian kepada Allah. “Jadi bukan sekadar memenuhi kebutuhan materi atau kebutuhan biologis semata. Allah mengungkap tujuan pernikahan sebagai upaya memenuhi kebutuhan spiritual dan kebutuhan moral, yang dalam bahasa Qurannya dikatakan untuk mewujudkan mawaddah wa rahmah, cinta dan kasih,” kata DR H M Idris Abdul Shomad, MA, dosen Fakultas Dakwah pada Universitas Islam Negeri Jakarta.
Lebih luas lagi, membentuk keluarga adalah sebuah upaya membangun peradaban. Sebuah peradaban yang besar dan mulia tentu dibangun atas keluarga-keluarga yang terbina dengan baik.  
Semua motivasi mulia itu akan menjadikan seluruh kegiatan rumah berputar dan berpusat pada upaya untuk membina seluruh anggota keluarga berdasarkan nilai-nilai Islam. Ibadah harian yang terkontrol, tutur kata yang santun, saling menghormati dan menyayangi, saling menasehati dalam kebenaran adalah sebagian nilai Islam yang menjadi warna bagi keluarga semacam ini.

  • Saling memahami
Setiap anggota semestinya paham atau mengerti tugas-tugas anggota keluarga lainnya, khususnya tugas-tugas di luar rumah. “Saya melihat yang harus dibangun untuk seluruh anggota keluarga adalah kesamaan pemahaman mengenai apa yang dilakukan oleh suami atau istri, misalnya profesinya apa, tugas dakwahnya seperti apa,” kata Ustadz Idris Abdul Shomad. Tak sebatas suami istri, pemahaman inipun harus juga dimiliki oleh anak dan anggota keluarga lainnya, seperti ipar atau mertua yang mungkin tinggal dalam rumah tersebut.
Dengan mengerti apa dan bagaimana kegiatan masing-masing anggota keluarga tentu tak ada lagi kesalahpahaman, misalnya tak ada lagi curiga bila suami atau istri pulang terlambat. Untuk mencapai saling pengertian ini, menurut Ustadz Idris, harus diikuti pula dengan kesabaran, kelapangan dada dan kejujuran.
Bila saling pengertian (tafahum) sudah tercipta, maka yang akan tercipta kemudian adalah saling membantu (ta’awun). Istri akan membantu semua keperluan suami yang akan bekerja atau berdakwah. Para ipar akan menjaga anak-anak, sementara orangtuanya pergi berdakwah, misalnya.

  • Komunikasi yang lancar
Satu ukuran yang untuk menyebut sebuah keluarga harmonis adalah terbukanya saluran komunikasi, sehingga ungkapan hati, pendapat, setiap anggota keluarga bisa didengar anggota keluarga lainnya. “Semakin sedikit komunikasi, berarti keluarga itu menjadi keluarga empty (kosong). Hanya rumah saja, orangnya entah kemana. Itu yang dilihat sebagai keluarga tidak harmonis,” ungkap Erna Karim, dosen Sosiologi di FISIP UI, Depok. 
Sebenarnya teknologi komunikasi yang berkembang saat ini – semisal handphone – seharusnya bisa dimanfaatkan anggota keluarga yang masing-masing punya kesibukan untuk berkomunikasi satu sama lain. Kesibukan ini sendiri, menurut Erna Karim memang suatu hal yang lumrah, karena setiap anggota keluarga pastinya punya peran sebagai manusia yang harus ditunaikannya di dunia untuk kemudian dipertanggungjawabkan di hadapan Allah kelak. Yang penting, jangan sampai kesibukan itu sampai meniadakan waktu untuk berkomunikasi dengan anggota keluarga lainnya.

  • Wajah-wajah menyenangkan dan suara-suara yang baik
Menciptakan surga di rumah bisa juga berarti menghadirkan wajah surga ke dalam rumah kita. Surga dalam Al Quran digambarkan sebagai tempat amat sangat menyenangkan dengan segala kenikmatan di dalamnya. Kata-kata yang terlontar di surga hanyalah kata-kata berisi kebaikan. Wajah-wajah yang ada di surga pun adalah wajah-wajah yang menyenangkan. Bercermin dari situ, maka sudah sewajarnya kita pun harus mampu menghadirkan hal itu dalam rumah kita.
Bila rumah penuh kata-kata kasar, saling membentak atau memaki, tentu hanya rasa marah dan tertekan saja kita rasakan. Bandingkan bila kata-kata yang santun yang terdengar dalam rumah. Tentu akan lebih menyejukkan, bukan? Memang bukan perkara mudah untuk mengubah kebiasaan. Ini perlu komitmen dan latihan – terutama buat anak-anak – untuk selalu berkata baik.
Wajah menyenangkan bisa juga diartikan wajah yang penuh senyum. Tentu senyum tulus yang tak dibuat-buat. Memang tak mudah menghadirkan senyum saat hati susah atau badan lelah. Namun ternyata senyum tak hanya membuat orang yang melihat menjadi senang dan nyaman, lebih dari itu senyum juga membuat diri sendiri lebih baik.
Berbagai penelitian di luar negeri, salah satunya yang dilakukan Matthew Ansfield, psikolog di Lawrence University in Appleton, Wisconsin, AS, menunjukkan bahwa “menampilkan wajah bahagia” akan membuat seseorang merasa lebih baik. Pada penelitian ini pria dan wanita diminta menonton film lucu dan film mengerikan. Ternyata saat menonton film yang mengerikan pun orang tanpa sadar memasang senyum di wajahnya untuk membuat perasaan mereka lebih baik dalam situasi tak menyenangkan itu.

  • Kebersihan dan kerapihan rumah
Walaupun amat menyenangkan bila bisa tinggal di rumah yang bagus, besar dan berperabot lengkap, tapi tak semua orang mampu memiliki rumah semacam itu. Bahkan lebih banyak yang tidak mampu dibanding yang mampu. Juga sangat banyak orang yang tak memiliki rumah sendiri dan terpaksa menyewa atau mengontrak rumah seadanya, atau bahkan tinggal di rumah orangtua atau kerabat lainnya.
Realita ini tentu tak lantas menjadikan orang tak bisa menjadikan rumah sebagai surga baginya. Selain faktor-faktor moral dan spiritual yang sudah dijabarkan sebelumnya, faktor-faktor fisikpun perlu juga diperhatikan untuk menciptakan rumah sebagai surga.
Yang pertama, adalah soal kebersihan. Rumah yang selalu bersih – lantai dan jendela  yang rutin dibersihkan, perabot yang tak berdebu – walau sempit tetap menimbulkan rasa nyaman. Apalagi bila ditambahkan pewangi ruangan. Selain kondisi psikis yang nyaman, kebersihan sudah barang tentu mempengaruhi juga kualitas kesehatan keluarga.
Yang kedua adalah kerapihan. Bayangkan, apa yang kita rasakan saat melihat rumah berantakan. Rasanya sumpek dan tertekan. Memang kondisi ideal agar rumah selalu rapih tak selalu bisa kita wujudkan, apalagi bila anak-anak masih kecil dengan mainan yang selalu berantakan. Namun paling tidak, kita punya sistem untuk membuat rumah terlihat rapih. Misalnya dengan menyediakan tempat-tempat penyimpanan yang sistematis, seperti rak-rak khusus untuk buku atau kotak besar sebagai tempat mainan anak.
Untuk ruangan yang sempit pun ada strategi agar rumah terlihat rapih dan lebih luas. Yaitu dengan hanya sedikit menggunakan perabot besar dalam ruangan. Semua hal ini tentu bisa dipelajari dari banyak sumber yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing. Karena surga yang kita ciptakan adalah tergantung usaha kita sendiri.
(Asmawati / wawancara: Rahmi)

No comments:

Post a Comment